Rustan Ibnu Abbas

Memotivasi, Mencerdaskan, Inspirastif


Tinggalkan komentar

Menulis dan Membaca Terapi Jiwa

Happy-Boy-Student-820x380

Oleh : Rustan Ibnu Abbas

Menulis dan membaca, untuk sebagian orang merupakan aktivitas yang sangat berat dan membosankan, tapi sebagian yang lain membaca dan menulis merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan. Dari hasil survey ternyata tingkat minat menulis dan membaca di Indonesia masih sangat memprihatinkan.
Data hasil penelitian dari tahun 2006-2012 menunjukkan rendahnya minat baca yang mencengangkan. BPS telah mencatat 85.9% masyarakat Indonesia memilih untuk menonton TV, 40,3% mendengarkan radio, dan hanya 23,5% membaca Koran. Pada Tahun 2011 data yang dikeluarkan oleh UNESCO indeks membaca orang Indonesia hanya 0,001 yang berarti dari seribu masyarakat hanya satu yang minat untuk baca buku.

Hal ini tentu jauh berbeda dengan tradisi menulis di berbagai negara maju. Indonesia yang penduduknya 250 juta jiwa hanya menerbitkan 18.000 judul buku. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduknya maka kita masing sangat jauh ketinggalan dengan Jepang yang mampu menerbitkan 60.000 judul buku, sementara Inggris jauh lebih besar lagi, mencapai 110.155 judul buku per tahun.

Rasakan Manfaat Membaca dan Menulis

Tidak bisa disangsikan lagi betapa besar manfaat membaca ditinjau dari kesehatan seperti meningkatkan kemampuan memori, menjaga keremajaan otak, meningkatkan kemampuan analisa, meningkatkan fokus dan konsentrasi, Menjauhkan risiko penyakit Alzheimer.
Menulis juga memberikan banyak manfaat, salah satu diantaranya adalah menulis sebagai terapi pikiran dan hati. Banyaknya persoalan yang dihadapi secara pribadi maupun di masyarakat tentu membuat hati “galau” dan pikiran jadi stress. Efek dari kegalau hati dan runyamnya pikiran adalah luapan emosi yang tidak terkendali atau penyakit-penyakit tertentu yang sumber pemicunya adalah dari kondisi pikiran seperti penyakit maag atau sariawan. Hal ini banyak dialami oleh setiap orang terutama di kota-kota besar yang penuh dengan beban hidup, kemacetan, tekanan sosial dan pergaulan.

Secara ilmiah sudah banyak penelitian yang telah dilakukan yang menunjukkan bukti bahwa dengan menulis dapat dijadikan terapi , khususnya yang berkaitan dengan masalah mental seperti perasaan tertekan, emosional, peristiwa traumatik dan sebagainya.
Menurut Karen Baikie, seorang clinical psychologist dari University of New South Wales, menuliskan peristiwa-peristiwa traumatik, penuh tekanan serta peristiwa yang penuh emosi bisa memperbaiki kesehatan fisik dan mental. Dalam studinya, Baikie meminta partisipan menulis 3-5 peristiwayang penuh tekanan selama 15 – 20 menit.

Hasil studi menunjukkan, mereka yang menuliskan hal tersebut mengalami perbaikan kesehatan fisik dan mental secara signifikan dibandingkan dengan mereka yang menulis topik-topik yang netral. Menurut Baikie, terapi menulis ekpresif ini akan meningkatkan kadar stres, suasana hati yang negatif, gejala-gejala fisik, serta penurunan suasana hati yang positif di tahap awal. Akan tetapi, dalam jangka panjang, banyak studi yang telah menemukan bukti mengenai manfaat terapi menulis bagi kesehatan. Parapartisipan melaporkan merasa lebih baik, secara fisik maupun mental.

Menulis, menurut peneliti dari Universitas Texas, James Pennebaker, bisa memperkuat sel-sel kekebalan tubuh yang dikenal dengan T-lymphocytes. Pennebaker meyakini, menuliskan peristiwa-peristiwa yang penuh tekanan akan membantu Anda memahaminya. Dengan begitu, akan mengurangi dampak penyebab stres terhadap kesehatan fisik Anda.

Untuk memulai menulis tidak ada aturan baku atau dibatasi oleh usia. Menulis juga tidak harus yang panjang dan ilmiah yang justru bikin pusing kepala tapi menulis bisa dimulai dari hal-hal yang ringan dan dikuasai, materi bisa bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari. Bang Jonru menjelaskan agar menulis bisa dijadikan sebagai terapi untuk hati dan pikiran maka ada beberapa syarat yang harus diperhatikan. Pertama, perhatikan bahasa yang digunakan, hindari bahasa negatif dan usahakan bahasa gunakan positif yang dapat mempengaruhi pikiran bawah sadar . Kedua, tidak perlu memperhatikan EYD atau mengikuti kaedah penulisan karena yang paling penting adalah aspirasi dan keinginan berupa bahasa-bahasa hati tersampaikan lewat tulisan.

Dengan menulis, mengasah otak kiri yang berkaitan dengan analisis dan rasional. Saat melatih otak kiri, otak kanan akan bebas untuk mencipta, mengintuisi, dan merasakan. Singkatnya, menulis bisa menyingkirkan hambatan mental dan memungkinkan kita menggunakan semua daya otak untuk memahami diri sendiri, orang lain, serta dunia sekitar kita.

Melampiaskan kekesalan, curhat, bersedih, bergembira semua bisa dituangkan melalui tulisan. Kalau dulu biasanya curhatnya dengan buku diary, sekarang bebagai sarana tempat menulis tersedia, bisa melalui media sosial seperti facebook atau twitter, blog dan sejenisnya. Dari hasil penelitian menulis 20 menit sehari sudah cukup dijadikan sebagai saran melepaskan beban pikiran. Bahkan dari hasil curhat menulis muncul karya-karya berupa buku yang menjadi Best Seller sebut saja buku-buku tulisan Asma Nadia.

Kebiasaan membaca & menulis sudah harus di mulai dari sekarang, tidak penting berapa usianya dan apa pekerjaan tapi yang paling penting membiasakan menulis agar Indonesia maju dalam hal kepenulisan dan tentunya menulis bisa dijadikan sebagai sarana terapi untuk mengelola pikiran dan hati agar bisa lebih tenang, damai.